Sifat / Karakter Pada Hak kebendaan

Sifat hak kebendaan, Perbedaan antara hak kebendaan yang diatur dalam Buku II BWI dengan hak perorangan yang diatur dalam Buku III BWI adalah sebagai berikut :
a. Hak kebendaan bersifat mutlak (absolut), karena berlaku terhadap siapa saja, dan orang lain harus menghormati hak tersebut, sedangkan hak perorangan berlaku secara nisbi (relatief), karena hanya melibatkan orang / pihak tertentu saja, yakni yang ada dalam suatu perjanjian saja.
b. Hak kebendaan berlangsung lama, bisa jadi selama seseorang masih hidup, atau bahkan bisa berlanjut setelah diwariskan kepada ahli warisnya, sedangkan hukum perorangan berlangsung relatif lebih singkat, yakni sebatas pelaksanaan perjanjian telah selesai dilakukan.
c. Hak kebendaan terbatas pada apa yang telah ditetapkan dalam peraturan perundangan yang berlaku, tidak boleh mengarang / menciptakan sendiri hak yang lainnya, sedangkan dalam hak perorangan, lingkungannya amat luas, apa saja dapat dijadikan obyek perjanjian, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang, kesusilaan dan ketertiban umum. Oleh karena itu sering dikatakan hukum kebendaan itu bersifat tertutup, sedangkan hukum perorangan bersifat terbuka.
Penggolongan Hak Kebendaan
Hak atas Kebendaan dibagi dalam 2 (dua) macam, yaitu :
a. Hak Kebendaaan yang memberi kenikmatan .
Selain yang mengenai tanah, karena sudah diatur dalam UUPA, maka hak kebendaan yang termasuk dalam kategori ini adalah ;
– Bezit ; Hak Milik (eigendom) ; Hak Memungut Hasil ; Hak Pakai ;
– Hak Mendiami
 
Hak atas tanah yang dengan berlakunya UUPA dinyatakan tidak berlaku lagi :
– Hak bezit atas tanah ; Hak eigendom atas tanah
– Hak servitut ; Hak opstal ; Hak erfpacht ; Hak bunga atas tanah
– Hak pakai atas tanah
 
Dengan berlakunya UUPA, pengganti dari hak atas tanah yang dihapus adalah :
– Hak Milik ; Hak Guna Usaha ; Hak Guna Bangunan ; Hak Pakai
– Hak Sewa untuk bangunan ; Hak membuka tanah dan memungut hasil hutan
– Hak guna air, pemeliharaan dan penangkapan ikan
– Hak guna ruang angkasa
– Hak hak tanah untuk kepentingan keagamaan dan social
b. Hak Kebendaan Yang bersifat Memberi Jaminan
·         Hak Gadai (pandrechts)
·         Hipotik
·         Credietverband
·         Privilege (piutang yang di istimewakan).
·         Fiducia
 
 
 
 
Perolehan Hak Kebendaan
Ada beberapa cara untuk memperoleh hak kebendaan, seperti :
a. Melaui Pengakuan
Benda yang tidak diketahui siapa pemiliknya (res nullius) kemudian didapatkan dan diakui oleh seseorang yang mendapatkannya, dianggap sebagai pemiliknya. Contohnya, orang yang menangkap ikan, barang siapa yang mendapat ikan itu dan kemudian mengaku sebagai pemiliknya, dialah pemilik ikan tersebut. Demikian pula halnya dengan berburu dihutan, menggali harta karun dlsb.
b.Melalui Penemuan
Benda yang semula milik orang lain akan tetapi lepas dari penguasaannya, karena misalnya jatuh di perjalanan, maka barang siapa yang menemukan barang tersebut dan ia tidak mengetahui siapa pemiliknya, menjadi pemilik barang yang diketemukannya . Contoh ini adalah aplikasi hak bezit.
c.Melalui Penyerahan
Cara ini yang lazim, yaitu hak kebendaan diperoleh melalui penyerahan berdasarkan alas hak (rechts titel) tertentu, seperti jual beli, sewa menyewa, hibah warisan dlsb Dengan adanya penyerahan maka titel berpindah kepada siapa benda itu diserahkan.
d.Dengan Daluwarsa
Barang siapa menguasai benda bergerak yang dia tidak ketahui pemilik benda itu sebelumnya (misalnya karena menemukannya), hak milik atas benda itu diperoleh setelah lewat waktu 3 tahun sejak orang tersebut menguasai benda yang bersangkutan.
Untuk benda tidak bergerak, daluwarsanya adalah :
 jika ada alas hak, 20 tahun
 jika tidak ada alas hak, 30 tahun
 
 
e Melalui Pewarisan
Hak kebendaan bisa diperoleh melalui warisan berdasarkan hukum waris yang berlaku, bisa hukum adat, hukum Islam atau hukum barat.
fDengan Penciptaan
Seseorang yang menciptakan benda baru, baik dari benda yang sudah ada maupun samasekali baru, dapat memperoleh hak milik atas benda ciptaannya itu. Contohnya orang yang menciptakan patung dari sebatang kayu, menjadi pemilik patung itu, demikian pula hak kebendaan tidak berwujud seperti hak paten, hak cipta dan lain sabagainya.
 
 
Hapusnya Hak Kebendaan
Hak kebendaan dapat hapus / lenyap karena hal hal :
a. Bendanya Lenyap / musnah
Karena musnahnya sesuatu benda, maka hak atas benda tersebut ikut lenyap, misalnya hak sewa atas sebuah rumah yang habis/musnah ketimbun longsoran tanah gunung, menjadi musnah juga. Atau, hak gadai atas sebuah sepeda motor, ikut habis apabila barang tersebut musnah karena kebakaran .
b. Karena dipindah-tangankan
Hak milik, hak memungut hasil atau hak pakai menjadi hapus bila benda yang bersangkutan dipindah tangankan kepada orang lain.
c. Karena Pelepasan Hak
Dalam hal ini pada umumnya pelepasan yang bersangkutan dilakukan secara sengaja oleh yang memiliki hak tersebut, seperti radio yang rusak dibuang ketempat sampah. Dalam hal ini maka hak kepemilikan menjadi hapus dan bisa menjadi hak milik orang lain yang menemukan radio tersebut.
dKarena Kadaluwarsa
Daluwarsa untuk barang tidak bergerak pada umumnya 30 tahun (karena ada alas hak), sedangkan untuk benda bergerak 3 tahun.
e. Karena Pencabutan Hak
Penguasa publik dapat mencabut hak kepemilikan seseorang atas benda tertentu, dengan memenuhi syarat :
·         harus didasarkan suatu undang undang
·         dilakukan untuk kepentingan umum
 
Bezit (Ps. 529 s/d 568 BWI)
Secara harfiah berarti Penguasaan. Maksudnya adalah ‘ barang siapa menguasai suatu barang, maka dia dianggap sebagai pemiliknya ’. Menurut Ps. 529 BWI, bezit adalah keadaan seseorang yang menguasai suatu benda, baik dengan diri sendiri maupun melalui perantaraan orang lain, dan yang mempertahankan atau menikmatinya selaku orang yang memiliki benda itu. Menurut Prof.Subekti lebih dijelaskan maknanya sebagai berikut : ‘Bezit adalah suatu keadaan lahir (fakta), dimana seseorang menguasai sautu benda seolah olah kepunyaannya sendiri, dengan tidak mempersoalkan siapa pemilik benda itu sebenarnya. Lebih lanjut dalam Ps. 530 BWI disebutkan bahwa ada dua macam bezit, yaitu yang beriktikad baik ( te goede trouw) dan yang beriktikad tidak baik.(te kwader trouw). Unsur bezit ada dua, yaitu :
a. unsur keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda (corpus)
b. unsur kemauan orang tersebut untuk memilikinya (animus).
Karena pada umumnya orang yang tidak waras tidak mempunyai unsur animus, maka bezitter (orang yang mempunyai bezit) biasanya bukan orang gila / orang yang tidak waras .Yang dapat mempunyai hak bezit adalah orang yang dewasa, sehat pikiran, berkehendak bebas / tidak dibawah paksaan, Pengertian bezit yang dengan iktikad baik adalah penguasaan karena penguasaan atas benda tersebut terjadi tanpa diiketahui cacat cela dalam benda tersebut (Ps.531 BWI).
Bezit harus dibedakan dengan detentie, yakni keadaan dimana seseorang menguasai suatu benda berdasarkan suatu hubungan hukum tertentu dengan pemilik yang sah dari benda tersebut, misalnya hubungan sewa menyewa, tidak harus menimbulkan kemauan bagi si penyewa untuk memiliki. Pada diri seorang detentor tersebut, dianggap bahwa kemauan untuk memiliki benda yang dikuasai itu tidak ada. Menurut ketentuan Ps 538 BWI, “ Penguasaan atas suatu benda diperoleh dengan cara menempatkan benda itu dalam kekuasaan dengan maksud mempertahankannya untuk diri sendiri”.
 
Cara memperoleh penguasaan (Bezit) dapat dibedakan :
a. Menguasai benda yang tidak ada pemiliknya
Penguasaan atas benda yang tidak ada pemiliknya disebut ‘penguasaan originair’, atau “bezit occupatio”. Memperoleh penguasaan cara ini tanpa bantuan orang lain, hanya tertuju pada
benda bergerak yang tidak ada pemiliknya (res nullius), yang kemudian diakui dan dikuasai. Contoh : mengaku dan menguasai hasil tangkapan ikan di laut, binatang hasil buruan sendiri di hutan, atau benda lain yang dibuang oleh pemiliknya.
 
b. Menguasai benda yang sudah ada pemiliknya
Penguasaan atas benda yang sudah ada pemilikya, mempunyai dua kemungkinan, yaitu dengan bantuan orang lain yang menguasai lebih dahulu / pemiliknya dan tanpa bantuan orang lain yang terkait. Penguasaan dengan bantuan orang yang menguasai lebih dulu/pemiliknya disebut “pengusaan traditio” atau “penguasaan derivatif”, yakni melalui penyerahan benda tersebut, misalnya penguasaan atas hak gadai, hak pakai, hak sewa, hak memungut hasil dlsb.
 
mengapa penguasaan “benda bergerak yang tidak berupa bunga, atau piutang yang tidak atas tunjuk berlaku ketentuan siapa yang menguasainya dianggap pemiliknya” sebagai yang ditetapkan dalam Ps. 1977 ayat (1), tidak diatur dalam Buku II BWI tentang Benda? Ternyata pembentuk undang-undang menyatakan bahwa Ps. 1977 BWI (Buku IV BWI) tersebut mengatur tentang kadaluarsa yang membebaskan dari perikatan, artinya, siapa yang menguasai benda bergerak seketika ia bebas dari tuntutan pemiliknya karena tenggang waktu / daluarsa sudah lampau. Apakah benar penguasaan itu sebagai alas hak yang sempurna, sama dengan hak milik,
padahal syarat-syarat sah levering (penyerahannya tidak dipenuhi) ?, Ada dua teori yang menjawab soal ini, yaitu eigendomstheorie dan legitimatietheorie. :
 
 
1. Eigendoms theorie
Teori ini dikemuakan oleh Meijers, yang menafsirkan Ps. 1977 BWI secara gramatikal. Menurut Mejers siapa yang menguasai benda bergerak secara jujur ia adalah pemilik benda itu, tanpa memperhatikan apakah ada alas hak yang sah atau tidak, apakah berasal dari orang yang berwenang mengauasai benda itu atau tidak. harus ada alas hak yang sah dan harus dilakukan oleh orang yang berwenang menguasai benda itu.
2. Legitimatie theorie
Teori ini dikemukakan oleh Paul Scholten : Pada umunya hak milik atas suatu barang hanya dapat berpindah secara sah bila seseorang memperolehnya dari orang yang berhak memindahkan hak milik atas barang tersebut yaitu pemiliknya. Akan tetapi dapat dimengerti, bahwa kelancaran lalu lintas hukum akan sangat terganggu, jilka dalam setiap jual beli barang bergerak si pembeli harus menyelidiki terlebih dahulu apakan si penjual sungguhsungguh mempunyai hak milik atas barang yang dijualnya.
 
Tujuan teori ini adalah melindungi pihak ketiga yang jujur, tetapi agar tidak terlalu luas penafsirannya, maka dikatakan bahwa perindungan hukum yang dimaksud dalam Ps. 1977 BWI hanya berlaku terhadap perbuatan-perbuatan dalam perdagangan.
Hak Milik (Hak Eigendom)
Pengertian hak milik disebutkan dalam Ps. 570 BWI yang menyatakan bahwa hak milik adalah hak untuk menikmati sepenuhnya kegunaan suatu benda dan untuk berbuat sebebas bebasnya terhadap benda itu asal tidak bertentangan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetapkan oleh sesuatu kekuasaan yang berwenang yang menetapkannya dan tidak menimbulkan gangguan terhadap hak-hak orang lain, dengan tidak mengurangi kemungkinan pencabutan hak itu demi kepeningan umum berdasarkan ketentuan perundangan dengan pembayaran ganti rugi. Berdasarkan ketentuan tersebut dapat disimpulkan bahwa eigendom adalah hak yang paling sempurna atas suatu benda. Memang dahulu hak eigendom dipandang benar-benar mutlak, dalam arti tidak terbatas, namun pada masa akhir-akhir ini mincul pengertian tentang asas kemasyarakatan (sociale functie ) dari hak tersebut.
Hal tersebut tercermin dalam UUPA kita yang menonjolkan asas kemasyarakatan tesebut dengan menyatakan bahwa semua hak atas  tanah mempunyai fungsi sosial. Hal ini berarti bahwa kita sudah tidak dapat berbuat sewenang-wenang atau sebebas-bebasnya dengan hak milik kita sendiri. Bahkan pada masa kini suatu perbuatan yang pada hakekatnya berupa suatu pelaksanaan hak milik dapat dipandang sebagai bertentangan dengan hukum, jika perbuatan itu dilakukan dengan tidak menyangkut kepentingan yang patut, atau dengan maksud semata-mata untuk mengganggu kepentingan orang lain (“misbruikvanrecht”).
Sebagai hak kebendaan yang sempurna, hak milik mempunyai ciri-ciri sebagai berikut :
a. Merupakan hak induk terhadap hak-hak kebendaan yang lain.
b. Ditinjau dari segi kualitasnya, merupakan hak yang paling lengkap.
c. Bersifat tetap, artinya tidak akan lenyap terhadap hak kebendaan yang lain.
Sedangkan hak kebendaan yang lan dapat lenyap jika menghadapi hak milik.
d. Mengandung inti dari hak kebendaan yang lain, sedangkan hak kebendaan yang lain
hanya meupakan bagian saja dari hak milik.
Setiap orang yang mempunyai hak milik atas sesuatu benda, berhak meminta kembali benda
miliknya itu dari siapapun juga yang menguasainya (Ps. 574 BWI). Permintaan kembali yang
didasarkan atas hak milik dinamakan revindicatie; di dalam sidang pengadilan baik sebelum
maupun pada saat perkara belangsung.
 
Pemilik dapat mengajukan permohonan agar benda yang diminta kembali itu disita terlebih dahulu ( revindicatoir beslag), yaitu penyitaan yang dilakukan terhadap benda-benda bergerak milik pemohon yang berada dibawah kekuasaan orang lain dengan tidak perlu mengemukakan atau menguraikan bagaimana cara memperolehnya hak milik itu. Cara memperoleh hak milik datur dalam Ps. 584 BWI, yang megatur hanya secara limitatif saja :
 
a. Melalui pengambilan (toegening atau occupatio)
Cara memperoleh hak milik dengan mengambil benda-benda bergerak yang
sebelumnya tidak ada pemiliknya
 
 
 
b. Malalui penarikan oleh benda lain (natrekking atau accecio)
Cara memperoleh hak milik di mana benda pokok yang telah dimiliki secara alamiah bertambah besar atau bertambah jumlahnya. Misalnya pohon-pohoan (sebagai benda pokok) bertambah banyak sehingga jumlah pohon yang menjadi hak milik menjadi bertambah.
 
c. Melalui daluwarsa (verjaring)
Cara memperoleh hak milik karena lampaunya waktu 20 tahun dalam hal ada alas hak yang sah atau 30 tahun dalam hal tidak ada alas hak (Ps. 610 BWI). Kadaluarsa yang dimaksud disini adalah acquisiteve verjaring, yakni suatu cara untuk memperoleh hak kebendaan setelah lampau waktu tertentu, disisi lain tedapat extinctieve verjaring yaitu suatu cara untuk dibebaskan dari suatu hutang setelah terlampauinya waktu tertentu.
 
d. Melalui perwarisan (erfopvolging)
Cara memperoleh hak milik bagi para ahli waris yang ditinggalkan pewaris. Disini para ahli waris memperoleh hak milik menurut hukum tanpa harus ada tindakan penerimaan benda secara fisik. Ahli waris bisa berupa ahli waris menurut undang-undang (ab intestato) maupun menurut wasiat (testament)
 
e. Melalui penyerahan (levering atau overdracht).
Cara memperoleh hak milik karena adanya pemindahan hak milik seseoarang yang berhak memindahkannya kepada orang lain yang memperoleh hak milik itu. Cara ini merupakan cara yang paling banyak dilakukan dalam kehidupan masyarakat sekarang.
 
Cara memperoleh hak milik yang tidak disebutkan dalam Ps. 584 BWI :
a.Pembentukan benda (zaaksvorming), yaitu dengan cara membentuk atau menjadikan benda yang sudah ada menjadi benda yang baru. Misalnya, kayu diukir menjadi patung, benang ditenun menjadi kain dlsb. Orang yang menjadikan atau membentuk benda baru tersebut menjadi pemiliknya (Ps. 606 BWI).
 
 
 
b. Penarikan hasilnya (vruchttrekking), yaitu benda yang merupakan hasil/buah dari
benda pokok yang dikuasainya, misalnya buah pisang dari pohon pisang, anak sapi dari sapi yang dikuasainya (Ps. 575 BWI).
 
c. Percampuran atau persatuan benda vereniging), yaitu perolehan hak milik karena bercampurnya beberapa macam benda kepunyaan beberapa orang :
·         Jika bercampurnya benda itu karena kebetulan, maka benda itu menjadi milik bersama orang-orang tersebut, seimbang dengan harga benda mereka semula.
·         Jika bercampurnya benda itu karena perbuatan seseorang pemilik benda, maka dialah menjadi peimilik dari benda baru tersebut dengan kewajiban membayar ongkos-ongkos, ganti rugi dan bunganya kepadapara pemilik lain dari benda-benda semula (Ps. 607-609 BWI).
 
d. Pencabutan hak (onteigening),, yaitu cara memperoleh hak milik bagi penguasa dengan jalan pencabutan hak milik atas suatu benda kepunyaan satu atau beberapa orang. Untuk melakukan hal ini penguasa harus mendasarkan tindakannya pada undang-undang dan harus untuk tujuan kepentiangan umum dengan disertai pemberian ganti rugi yang layak kepada (para) pemiliknya.
 
e.Perampasan (verbeurdverklaring), yaitu cara memperoleh hak milik dari penguasa dengan jalan merampas hak milik atas suatu benda kepunyaan terpidana yang dipergunakan untuk melakukan tindak pidana.
 
f. Pembubaran suatu badan hukum, yaitu dengan pembuabaran badan hukum maka
para anggota badan hukum dapat memperoleh bagian dari harta kekayaan badan
hukum tersebut (Ps. 1665 BWI).
Milik bersama dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu hak milik bersama yang bebas (vrije medeeigendom) dan hak milik bersama yang teriikat (gebonden medeeigendom).Inti perbedaannya adalah hak milik bersama yang bebas tidak mempunyai hubungan apa-apa sebelum mereka bersama menjadi pemilik ssesuatu barang; sedangkan dalam hak milik bersama yang terikat pemilikan bersama atas suatu benda itu justru sebagai akibat dari hubungan mereka satu sama lain yang telah ada sebelumnya.
Perbedaan yang lain adalah bahwa di dalam hak milik bersama yang bebas terdapat kehendak bersama dari beberapa orang untuk memiliki suatu benda; sedangkan di dalam hak milik bersama yang terikat, kehendak untuk bersama sama menjadi pemilik hampir tidak ada, yang semata-mata ada diantara mereka adalah karena hubungan hukum yang telah ada sebelumnya.
Sebab-sebab yang mengakibatkan hapusnya hak milik adalah :
a. Karena ada orang lain yang memperoleh hak milik atas suatu benda yang
sbelumnya menjadi hak milik seseorang, dengan salah satu cara untuk memperoleh
hak milik seperti telah diuraikan di atas.
b. Karena musnahnya benda yang dimiliki.
c. Karena pemilik melepaskan benda yang dimilikinya dengan maksud untuk
melepaskan hak miliknya.
 
 
Hak Hak Lainnya
Hak Memungut Hasil (VRUCHTGEBRUIK)
Hak memungut hasil adalah hak untuk memungut hasil dari benda orang lain, seolah-olah benda itu miliknya sendiri, dengan kewajiban bahwa dirinya harus menjaga benda tersebut tetap dalam keadaan seperti semula (Ps. 756 BWI).Kewajiban dari pemegang hak memungut hasil diatur di dalam Ps. 782-806 BWI :
a. Kewajiban pada permulaan adanya hak memungut hasil :
·         Membuat pencatatan (inventarisasi) terhadap benda-bendanya
·         Mengadakan jaminan-jaminan yang diperlukan (asuransi dlsb) terhadap benda-benda yang bersangkutan
 
 
b. Kewajiban selama adanya hak memungut hasil :
·         Mengadakan perbaikan terhadap benda-benda
·         Menanggung biaya perbaikan dan pajak yang harus dibayar dalam
pengelolaan benda-benda itu.
·         Memelihara benda itu dengan sebaik-baiknya.
 
c. Kewajiban pada waktu berakhirnya hak memungut hasil :
·         Mengembalikan semua benda seperti dalam keadaan semula
·         Mengganti segala kerusakan / kerugian yang timbul atas benda-benda itu
 
Hak Pakai dan Hak Mendiami
Di dalam BW hak pakai dan hak mendiami ini diatur dalam Buku II Ps. 818-829 BWI, akan tetapi tidak ada satu pasalpun yang memberikan definisi / pengertian tentang kedua hak tersebut. Di dalam Ps. 818 BWI hanya disebutkan bahwa hak pakai dan hak mendiami itu merupakan hak kebendaan yang terjadinya dan hapusnya sama seperti hak memungut hasil.Hak pakai sebetulnya sama dengan hak mendiami, namun apabila hak ini menyangkut rumah kediaman maka dinamakan hak mendiami.
Bilamana obyek hak pakai adalah binatang, maka pemilik hak pakai berhak untuk mempekerjakannyamemakai air susunya dan rabuknya, sekedar dibutuhkan untuk diri sendiri dan anggota keluarganya, akan tetapi tidak boleh menikmati hak pakai / hak milik (Ps. 824 BWI) terhadap anak binatang yang bersangkutan. Dalam Ps. 826 BWI ditentukan bahwa barangsiapa mempunyai hak mendiami atas sebuah rumah, maka ia boleh mendiami rumah itu sejak ia masih bujangan hingga ia mempunyai keluarga / keturunan yang diam di rumah tersebut.
 
Erfdienstbaarheid / Servituut (Ps. 674-710 BWI)
Erfdienstbaarheid adalah suatu beban yang diletakkan di atas suatu pekarangan untuk keperluan pekarangan lain yang berbatasan. Misalnya pemilik dari pekarangan A harus mengizinkan orang-orang ang tinggal di pekarangan B setiap waktu melalui pekarangan A atau air yang dibuang pekarangan B harus dialirkan melalui
pekarangan A.
Oleh karena erfdienstbaarheid itu suatu hak kebendaan, maka haknya tetap melekatpada pekarangan yang bersangkutan walaupun pekarangan tersebut dijual kepada orang lain.
Hak opstal, yaitu suatu hak untuk mendirikan dan menguasai bangunan atau tanaman di atas tanah milik orang lain (Ps. 711 BWI).
Hak Erfpachtyaitu suatu hak kebendaan untuk memungut hasil seluas-luasnya dalam jangka waktu yang lama atas bidang tanah milik orang lain dengan kewajiban membayar sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun (Ps. 720 BWI). Semua hak pemilik tanah dijalankan oleh orang yang memegang hak erfpacht, sedangkan bukti pengakuan terhadap hak pemilik tanah berupa pembayaran sejumlah uang atau penghasilan tiap-tiap tahun (pacht atau canon) tersebut. (Hak ini dahulu banyak dipergunakan untuk perusahaan perkebunan yang besar atau pembukaan tanah yang masih belukar sehingga diberikan untuk jangka waktu yang cukup lama, biasanya selama 75 tahun).
 
REFERENSI
JUNASAPUTRA.B.COM

There is 1 comment

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *